Sabtu, 05 Januari 2008

KUMPULAN PUISI 2 MAHMUD JAUHARI ALI

Puisi-Puisi Mahmud Jauhari Ali

Puisi 1:

Susila


Terbentang tanah hunian tuk kehidupan semesta
Tak semuanya mengoarkan aroma wangi kehormatan

Kehinaan membayangi setiap wadah tak terbungkus

Liar menjadi santapan halal di mata tak tersentuh
Membuat penguasa berang
dan keliru memberi denah kebahagian

lucu!

Yang tak terbungkus diberi pembungkus kehinaan
Tak ingatkah dengan kesakitan yang telah menanti di alam sana

Sanggahan dianggap sesuatu yang salah oleh mereka

Lucu!

Sebuah kebenaran tak dijadikan atap bernaung nan sejuk dan sejahtera

Sadar!

Sadarlah dikau bahwa salah itu manis
Namun, pahit kemudian!

Sekejap tentu lebih buruk daripada seterusnya yang sah
Dan,
Sah lebih nikmat daripada semalam yang hina di bawah naungan hitam


Puisi 2:

Senandung Malam


Berbisik di ruang hampa penuh kunci aktif
Ruangan yang tak terlihat oleh orang-orang bak kegelapan malam gerhana

Membiarkan orang-orang terlena dengan kemanisan

Serangan telah dirancang dalam ruang hampa penuh kunci aktif

Orang-orang tak mendengar ganasnya suara-suara bisik bak senandung itu

Suara-suara licik yang siap menghantam teman
Suara-suara ini tak seharusnya ada

Karena suara-suara itu tidak membuat kita arif
Arif dalam menyikapi alunan senandung kehidupan yang nyata



Puisi 3:

Gelap dan Terang


Malam mendapat cahaya sebatas pantulan
Sinarnya mampu membuat bayangan diri

Bayangan yang tak sekadar hitam
Tapi dapat menciptakan beribu pemikiran batin

Pemikiran-pemikiran yang memberikan makna lebih dari sebuah malam

Makna itu kini menurun karna tak berfungsi pada beberapa sayap malam

Alat penerang sebagai makna pemberian pemikiran mengalami masalah
Dua hari terang diselingi sepenggalan malam yang gelap

Kasihan anak-anak seribu sungai
Mereka sulit belajar karna ada sesuatu itu

Sesuatu yang seharusnya diatasi
Agar berfungsi kembali menerangi hamparan selatan pulau ini
Yakni, terang setiap malam!


Puisi 4:

Membara


Warna merah itu menjadi kepedihan yang memuncak

Daun-daun pun turut menangis
Tanah-tanah ikut mengering dilanda hawa gersang dari sebuah luapan panas

Tatapan sendu dan pilu meratapi puing-puing bisu penuh arang

Mengapa ini terjadi
Apakah karna kelalaian
Ataukah kesengajaan

Seharusnya hijau tetaplah hijau
Warna-warna lainnya pun tak seharusnya berubah

Jadikan! Jadikan semua yang telah terjadi sebagai sebuah pembelajaran
Pembelajaran alam dari Sang Maha Pencipta

Agar kita semakin dewasa
Dan bijak dalam mengarungi sebuah perjalanan yang menggoda


Puisi 5:

Dingin


Menggigil tulang kulitku
Pakaian hitam lahirku tak mampu menahan terpaan hawa bumi saat ini

Pikiranku terbang mencari pencerahan panjang

Tuk sematkan selimut lembut hasil perenungan nan cerah

Dingin harus dilawan dengan perisai cinta
Bukan cinta berupa gejolak hasrat

Melainkan cinta yang memancarkan sinar pengetahuan dan ilmu

Tidak ada komentar: