Puisi-Puisi Mahmud Jauhari Ali
Puisi 1:
Susila
Terbentang tanah hunian tuk kehidupan semesta
Tak semuanya mengoarkan aroma wangi kehormatan
Kehinaan membayangi setiap wadah tak terbungkus
Liar menjadi santapan halal di mata tak tersentuh
Membuat penguasa berang
dan keliru memberi denah kebahagian
lucu!
Yang tak terbungkus diberi pembungkus kehinaan
Tak ingatkah dengan kesakitan yang telah menanti di alam sana
Sanggahan dianggap sesuatu yang salah oleh mereka
Lucu!
Sebuah kebenaran tak dijadikan atap bernaung nan sejuk dan sejahtera
Sadar!
Sadarlah dikau bahwa salah itu manis
Namun, pahit kemudian!
Sekejap tentu lebih buruk daripada seterusnya yang sah
Dan,
Sah lebih nikmat daripada semalam yang hina di bawah naungan hitam
Puisi 2:
Senandung Malam
Berbisik di ruang hampa penuh kunci aktif
Ruangan yang tak terlihat oleh orang-orang bak kegelapan malam gerhana
Membiarkan orang-orang terlena dengan kemanisan
Serangan telah dirancang dalam ruang hampa penuh kunci aktif
Orang-orang tak mendengar ganasnya suara-suara bisik bak senandung itu
Suara-suara licik yang siap menghantam teman
Suara-suara ini tak seharusnya ada
Karena suara-suara itu tidak membuat kita arif
Arif dalam menyikapi alunan senandung kehidupan yang nyata
Puisi 3:
Gelap dan Terang
Malam mendapat cahaya sebatas pantulan
Sinarnya mampu membuat bayangan diri
Bayangan yang tak sekadar hitam
Tapi dapat menciptakan beribu pemikiran batin
Pemikiran-pemikiran yang memberikan makna lebih dari sebuah malam
Makna itu kini menurun karna tak berfungsi pada beberapa sayap malam
Alat penerang sebagai makna pemberian pemikiran mengalami masalah
Dua hari terang diselingi sepenggalan malam yang gelap
Kasihan anak-anak seribu sungai
Mereka sulit belajar karna ada sesuatu itu
Sesuatu yang seharusnya diatasi
Agar berfungsi kembali menerangi hamparan selatan pulau ini
Yakni, terang setiap malam!
Puisi 4:
Membara
Warna merah itu menjadi kepedihan yang memuncak
Daun-daun pun turut menangis
Tanah-tanah ikut mengering dilanda hawa gersang dari sebuah luapan panas
Tatapan sendu dan pilu meratapi puing-puing bisu penuh arang
Mengapa ini terjadi
Apakah karna kelalaian
Ataukah kesengajaan
Seharusnya hijau tetaplah hijau
Warna-warna lainnya pun tak seharusnya berubah
Jadikan! Jadikan semua yang telah terjadi sebagai sebuah pembelajaran
Pembelajaran alam dari Sang Maha Pencipta
Agar kita semakin dewasa
Dan bijak dalam mengarungi sebuah perjalanan yang menggoda
Puisi 5:
Dingin
Menggigil tulang kulitku
Pakaian hitam lahirku tak mampu menahan terpaan hawa bumi saat ini
Pikiranku terbang mencari pencerahan panjang
Tuk sematkan selimut lembut hasil perenungan nan cerah
Dingin harus dilawan dengan perisai cinta
Bukan cinta berupa gejolak hasrat
Melainkan cinta yang memancarkan sinar pengetahuan dan ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar